Tuesday, November 10, 2009

Lanjutan Selamatkan Bunda Indah Setyawati Dari Pasal 310 KUHP & Sekarang Dipenjara Di Lapas Wanita Lowok Waru Malang : "RAIBNYA PASAL 242 KUHP DI TAN

Persidangan yang penuh rekayasa ke 2 menimpa keluarga kami dan pelaku lagi-lagi seorang Jaksa senior di Surabaya menghilangkan pasal 242 KUHP. Kami tidak tahu berteriak kemana mencari keadilan negeri ini. Saya cuman teringat kata Bunda Indah kepada saya, “Penjara bukan akhir dari segalanya mencari keadilan”.

Semua berawal pada hari Rabu tanggal 21 Oktober 2009 ketika Papa saya yang bernama R. Unsulangi dimintai keterangan sebagai saksi atas laporan Bunda saya bernama Indah Setyawati, tentang laporan yang melaporkan Sri Bestmise sebagai tersangka yang memberikan keterangan palsu atau tidak benar di BAP penyidik.

Papa saya menjelaskan awal kejadian perkara, ketika sampai pada akhir penjelasaannya Papa saya berbicara “Akibat perbuatan tersangka Sri Bestmiese memberikan keterangan tidak benar di BAP penyidik, telah membuat istri saya dinyatakan bersalah pasal 310 KUHP dan dihukum 3 bulan penjara. Padahal pasal 310 KUHP seseorang jika bersalah hanya dihukum percobaan, tetapi istri saya dikenakan hukuman 3 bulan penjara dan sekarang mendekam di Lapas Wanita. Akibat perbuatan tersangka yang memberikan keterangan tidak benar didepan penyidik, istri saya melaporkan Sri Betsmise ke Polisi dan Polisi menjerat Sri Bestmise dengan tuduhan melanggar pasal 242 KUHP dan pasal 310 KUHP”.

Hakim Ketua persidangan kaget mendengar hal itu dan berbicara kepada papa saya bahwa dakwaan yang diterima Jaksa Penuntut Umum Sri Wilujeng mendakwa tersangka Sri Bestmise dengan pasal 310 KUHP. Papa saya kemudian berkata bahwa itu tidak benar kepada hakim karena laporan perkembangan perkara 1 (satu) sampai 4 (empat) dari penyidik Polisi, tersangka Sri Bestmise dikenai pasal 242 KUHP dan 310 KUHP”.

Hakim Ketua memanggil Papa saya kedepan dan memperlihatkan surat dakwaan yang diterima Hakim dari Jaksa Sri Wilujeng. Ternyata benar surat dakwaan yang mendakwa Sri Bestmise hanya pasal 310 KUHP. Kemudian papa saya bertanya kepada Hakim Ketua dan Hakim Majelis, “Dimana raibnya pasal 242 KUHP yaitu tentang memberikan keterangan tidak benar. Jawab Hakim “kami menerima dakwaan seperti itu”. Kemudian papa saya bertanya boleh saya mendapatkan copy surat dakwaan”. Hakim memperbolehkan papa saya mendapatkan copy surat dakwaan dan Hakim Ketua menyuruh panitera mencopy surat dakwaan tersebut, untuk copynya diberikan kepada Papa saya. Kemudian sidang dilanjutkan pada pemeriksaan saksi lainnya.

Setelah sidang selesai Papa saya mendatangin Jaksa Sri Wilujeng dan kebetulan saat itu hadir Bpk Mohammad Tohir Ketua Masyarakat Hukum Indonesia. Papa saya bertanya kemana raibnya pasal 242 KUHP tentang memberikan keterangan tidak benar didepan penyidik”. Ibu Jaksa Sri Wilujeng menjawab, “Bukan saya yang membuat tapi anak buah saya saudara Harry dan dia menunjukan bukti-buktinya”. Papa saya bilang “surat dakwaan ini kan ibu tanda tanganin” dan Jaksa Sri Wilujeng tidak dapat menjawabnya. Lalu Papa saya menyampaikan bahwa persidangan minggu depannya Jaksa harus memperbaiki dan menyampaikan kepada Hakim bahwa dakwaan yang dikenakan terdakwa Sri Bestmise pasal 242 KUHP dan pasa 310 KUHP sesuai BAP yang dibuat Polisi. Kemudian Jaksa berjanji akan mempebaiki dan memberitahukan kepada Hakim.

Kami tidak tahu harus berteriak kemana kami mencari keadilan seakan keadilan buta buat kami orang kecil. Negara ini memang banyak mafia peradilan siapa yang beruang banyak bisa seenaknya mengatur, merekayasa dan mendikte aparat penegak hukum .

"Stop Rekayasa Hukum dan Mafia Peradilan".


Dodi Leonard

dodi.leonard@hotmail.com/Hp. 08883012343

Monday, June 22, 2009

Selamatkan Bunda Indah Setyawati Dari Pasal 310 KUHP & Sekarang Dipenjara Di Lapas Wanita Lowok Waru Malang

Apa yang saya tulis di blog ini adalah kejadian yang sebenarnya. Perkenalkan nama saya Leonard, saya tidak tahu harus mencari dimana keadilan buat Bundaku dinegeri ini. Kami sekeluarga telah berusaha mencari keadilan buat bunda selama 5 tahun dinegeri ini tapi rasanya sia-sia. Saya mengalami kesulitan karena bunda Indah Setyawati (berumur 59 tahun) yang melahirkan, merawat dan membesarkan saya dipenjara oleh oknum Jaksa Penuntut Umum di Surabaya bernama Ade T Sutiawarman, SH. MH. dan pelaku sebenarnya Sri Betsmise malah sulit disentuh hukum. Bunda dihukum pasal 310 KUHP dan sekarang menjalani hukuman 3 bulan penjara di Lapas Lowok Waru Malang atas pristiwa yang tidak ada namun hukumannya ada, Bunda dihukum karena dituduh menyebarkan isu atau gosip. "Apakah dinegara tidak punya hati nurani menghukum seorang Ibu yang berumur 59 tahun? dan apakah pasal 310 KUHP dilegalkan oleh MA saat ini disisi satu membebaskan Ibu Prita dari pasal 310 KUHP?

Berawal dari tersangka pelaku Sri Betsmise datang kerumah dan mengajak Bunda untuk makan bersama Bpk Sukri Jayusman & Purtini Susanti (suami istri) lalu Bunda diajak ke rumah pelapor Purtini Susanti untuk menjemput mereka, akan tetapi setelah dijemput sang suami Bpk Sukri Jayuman marah acara makan bersama batal karena isterinya Purtini Susanti tidak dirumah. Berapa hari kemudian Sri Betsmise mengajak Bunda untuk menjadi mediasi mempertemukan Bpk Sukri Jayusman dan Purtini Susanti dengan Sri Betsmise. Bunda sebagai teman tanpa curiga apa-apa mengulurkan tangan membantu tersangka pelaku Sri Betsmise untuk bertemu langsung dengan Purtini Susanti dalam rangka meminta keterangan langsung pada yang bersangkutan. Berdasarkan persetujuan lisan Purtini Susanti & Sukri Jayusman, kemudian tersangka pelaku Sri Betsmise mengatur beberapa pertemuan. Namun pada hari H, Purtini Susanti bersama suaminya Bpk Sukri Jayusman mendadak menolak hadir. Dua minggu kemudian Sri Betsmise dan Bunda Indah Setyawati mendapat panggilan penyidikan Polwiltabes Surabaya menjadi tersangka berdasarkan Laporan Polisi No.Pol.:LP/K/1222/XI/2001/Pamapta tanggal 21 Nopember 2001 pelapor PurtiniSusanti, dan atas dasar Surat Perintah Penyidikan No.Pol.:SP-P/464/XI/Serse terhadap peristiwa perkara Perbuatan Tidak menyenangkan dan atau Pencemaran nama baik (Pasal 335 Sub 310 (1) KUHP), tidak disertai barang bukti, Sri Betsmise dan Indah Setyawati, berdua dituduh menebarkan isu perselingkuhan antara pelapor Purtini Susanti dengan suami Sri Betsmise yaitu Sdr. Yohanes. Pada tanggal 11 Desember 2001 Sri Betsmise dan Indah Setyawati memenuhi panggilan polisi untuk disidik sebagai tersangka dan masing-masing dibuatkan BAP. Setelah dilimpahkan di Kejaksaan Negeri Surabaya, diberkas dalam Berkas Perkara No.Pol:BP/40:/VI/2002/serse tanggal 27 Juni 2002 bahwa berkas perkara tersebut tidak layak dilimpahkan di Kejaksaan karena dalam Resume penyidik yang memakai dasar Laporan Polisi No.Pol.:LP/K/1222/XI/2001/Pamapta yang diserahkan di Kejaksaan Bunda saja. (perkaranya belum diuji di Pengadilan Indah Setyawati sudah dinyatakan bersalah). Dari awal Bunda sudah diperlakukan diskriminatif, dimana rasa keadilan dari penyidik yang mengatas namakan “PRO JUSTITIA” dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, malah melakukan rekayasa tidak professional dan proposional. Oleh karenanya Bunda minta copy berkas perkara pada JPU tanggal 15 Agustus 2003, ternyata tersangka Sri Betsmise hanya sebatas dijadikan Saksi padahal dia yang bermasalah dengan pelapor Purtini Susanti, berdua mengadakan perdamaian tanpa sepengetahuan Bunda dan dalam memberi keterangan Sri Betsmise menerangkan peristiwa yang tidak benar, tidak pernah dialami sendiri, dilihat sendiri dan dirasakan sendiri, kemudian tersangka Sri Betsmise menyangkal tidak kenal dengan Bunda Indah, malah berbalik menuduh Bunda sebagai pelakunya pembuat isu atau gossip sebagaimana tertera pada BAP Sri Betsmise point 9, 10, 11.(halaman 2) tanggal 11 Desember 2001, karena tidak benar maka tanggal 17 September 2002 Bunda bersama seorang teman kerumah Sri Betsmise mengkonfirmasikan keterangan tidak benar tersebut, dan Sri Betsmise mengakui ketidak benarannya untuk menutupi perbuatan suaminya.

Jaksa telah menerima berkas perkara yang belum lengkap terlapor dua orang yang diserahkan hanya seorang dengan alasan pelapor Purtini Susanti sudah berdamai dengan Sri Betsmise, selanjutnya dalam melaksanakan penuntutan Jaksa telah melakukan sebagai berikut:

  1. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ade T Sutiawarman, SH. MH. dengan sengaja merekayasa posisi Sri Betsmise sebagai korban yang seolah-olah mengalami peristiwa yang dirugikan akibat isu atau gosip perselingkuhan oleh Bunda. Bahwa JPU di surat Dakwan tanggal 23 Desember 2002, Reg.Perkara Nomor: PDM-965/Sby/08/2002 dari keterangan Sri Betsmise yang tidak benar (point 9,10,11) dijadikan dakwaan pertama dan dakwaan kedua, tertulis……yang dilakukan dengan cara: Pada bulan Agustus…dstnya adalah pernyataan/keterangan Sri Betsmise dalam BAP point 9,10,11 (untuk mendakwa Bunda). JPU tidak professional dan porposional sudah terkontaminasi dengan Sri Betsmise, seharusnya jaksa mendakwa dengan materinya pelapor Purtini Susanti agar dapat diuji kebenarannya. Mengapa beralih pada materi Sri Betsmise, padahal dia adalah tersangka (bukan pelapor). Bila Sri Betsmise mengalami peristiwa sebagaimana diuraikan pada surat Dakwaan, mengapa Sri Betsmise tidak lapor polisi sendiri sebagai pelapor. Atas dasar apa keterangan Sri Betsmise diuji dipengadilan? Sungguh aneh yang menjadi pelapor siapa dan yang dirugikan siapa? Bukankah Pelapor Purtini Susanti belum pernah mencabut Delik Aduannya terhadap Sri Betsmise dan Indah Setyawati, tapi yang merasa menjadi korban justru Sri Bestmise dan Sri Betsmise belum pernah membuat laporan pengaduan ke Polisian untuk Bunda. Bagaimana mungkin seorang JPU Surabaya bernama Ade T Sutiawarman, SH. MH. dapat membuat surat dakwaan menuduh pelakunya dan yang dirugikan Sri Bestmise, kalau Purtini Susanti hanya sebagai pelapor atau dengan kata lain sebagai maskot. Apa iya pelapor jadi maskot, wow ini fenomena baru disistem peradilan Indonesia ini bukan sulap dan bukan sihir, ini realita yang terjadi menimpa Bunda.
  2. Mengabaikan kesaksian 2 (dua ) orang saksi kunci bunda dan barang bukti keterangan dari dua saksi kunci bunda tidak dicantumkan di Surat Tuntutan No.Reg.Perk.PDM-965/SBY/8/2002 tertanggal 28 Mei 2003. Dengan alasan karena yang bersangkutan dari awal permeriksaan hadir didalam ruang sidang padahal masing-masing dipanggil masuk dan menghadap, dan seterusnya (disumpah) tercatat dalam Berita Acara No.129/Pid.B/2003/PN.Sby pada halaman 36 s/d 40 agenda sidang tanggal 30 April 2003 di Pengadilan Negeri Surabaya.
  3. JPU Ade T Sutiawarman, SH. telah berhasil merekayasa tuntutannya dengan sempurna dimata hukum bahwa Jaksa telah mengelabuhi institusi seolah olah benar dan professional padahal berperilaku buruk dalam melaksanakan tugasnya telah mencederai masyarakat. Oleh karenanya pada tanggal 18 April 2006 Bunda menyampaikan pengaduan kepada Jaksa Agung RI perihal Jaksa Umum Kejaksaan Negeri Surabaya ditindak lanjuti dengan surat Jaksa Muda Pengawas No: R-522/H/Hi.2/06/2006 walaupun Ade T. Sutiawarman, SH. MH. tersebut sudah dikenai sanksi oleh institusinya. Namun Bunda sampai hari ini tidak diberi rasa adil dan masih diperlakukan diskriminatif, mengapa Bunda tidak segera diproses diperlakukan sebagai korban? Ada upaya yang dilakukan JPU Ade T Sutiawarman, SH. MH. untuk membenarkan perilakunya.

Hakim tingkat Pertama yang mengadili melakukan berbagai penyimpangan selama persidangan, sebagai berikut :

  1. Tanggal 29 Januari 2003 dimulai Persidangan Acara Biasa perkara sampai pembacaan putusan tanggal 21 Juli 2003 (20 kali sidang) hanya dihadiri seorang hakim ketua saja Wimpie Sekewael, SH., sedangkan 2 (dua) hakim anggota lainnya tidak pernah hadir dalam Persidangan Acara Biasa. Akan tetapi pada Berita Acara Persidangan sebanyak 65 lembar disebut hakim anggota ikut bertanya padahal kenyataannya, tidak pernah ada seorang hakim anggota pun yang hadir. Di Putusan No.129/pid.B/2003/PN Sby. kedua hakim anggota turut menandatanganinya.
  2. Pertimbangan hukum dalam surat putusannya telah dirubah tidak sesuai dengan keterangan para saksi dipersidangan yang telah dicatat dalam Berita Acara yang dibuat oleh Panitera sebanyak 65 lembar. Bahkan ada saksi yang mencabut keterangan dalam BAP kepolisian, namun dalam Putusan Persidangan malah keterangan yang diberikan dihadapan Penyidiklah yang dijadikan bahan pertimbangan.
  3. Pada proses pemeriksaan terdakwa oleh JPU hakim tunggal WimpieSekewael, SH. meninggalkan ruang sidang entah kemana tanpa menskors sidang dan kembali ke dalam ruang sidang setelah Jaksa telah selesai memeriksa terdakwa ( Bunda).
  4. Maka pada tanggal 1 Agustus 2005 Bunda melaporkan Perilaku Hakim Wimpie Sekewael, SH. kepada Ketua Mahkamah Agung RI dan pada tanggal 4 April 2006 ditindak lanjuti oleh Hakim Pengawasan Mahkamah Agung RI atas laporan tersebut Hakim terlapor sudah mendapat sangsi di pindah keluar pulau. Namun Bunda sebagai korbannya dibiarkan bertahun-tahun tidak segera di perlakukan sebagai KORBAN oleh MA dan ujung-ujungnya Hakim Agung MA memutus Kasasi menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur (menolak Kasasi Bunda).

Bunda sebagai korbannya berusaha mencari kebenaran, membongkar praktik kotor dari oknum Aparat Penegak Hukum dan Pelakunya Sri Betsmise, tetapi karena kami orang kecil yang diperjuangkan Bunda seakan-akan mentah kembali. Sebagai korban Bunda telah melaporkan Sri Betsmise memberikan keterangan palsu dan tidak benar di BAP kepada ke Polisian. Setelah lima tahun dengan proses panjang dan berliku-liku akhirnya penyidik Polda Jatim berhasil memproses perkaranya dengan tepat dan benar menetapkan Sri Betsmise sebagai sebagaimana dimaksud dalam pasal 242 KUHP dan Pasal 310 KUHP, barang buktinya 1 (satu) bendel legalisir BAP Sri Betsmise tanggal 11 Desember 2001, barang bukti/petunjuk kartu natal 2001 serta 2 (dua) saksi kunci Bunda yang sudah pernah dihadirkan dipersidangan dan berkas perkaranya dilimpahkan Kejati Surabaya. Jalan yang dihadapi bunda mengalami hambatan karena pasal 242 KUHP tidak tercantum, dengan sengaja dihilangkan dan berbagai macam alasan pasal 242 tidak bisa dipakai menjerat Sri Betsmise. Didalam berkas perkaranya Sri Betsmise hanya memakai pasal 310 KUHP, ada kesan dari oknum aparat penegak hukum lainya untuk membebaskan pelaku sebenarnya Sri Betsmise dari segala tuntutan. Yang anehnya ketika tersangka sebenarnya berhasil terungkap tiba-tiba kasasi Bunda ditolak dan harus melaksanakan hukuman 3 (tiga) bulan penjara dinyatakan melanggar pasal 310 KUHP tentang “Penghinaan” bahwa Relaas Pemberitahuan Putusan Mahkamah Agung RI kami terima pada tanggal 10 Nopember 2008 dari Pengadilan Negeri Surabaya Putusan No.1968K/Pid/2004. Ada upaya dari pelaku Sri Betsmise, JPU Ade T. Sutiawarman, SH. MH. dan oknum lainya membumkam Bunda.

Atas tindakan tercela aparat penegak hukum kesehatan Bunda menurun. Pada tanggal 28 Maret 2009 Bunda menjalani rawat inap selama 12 hari di rumah sakit dan pada saat ini masih berobat jalan untuk memulihkan kesehatannya. Saat ini JPU bernama Ade T. Sutiawarman SH. MH. dengan mengatas namakan UU memaksa Bunda untuk menjalani vonis hukuman dengan surat panggilan. Bunda tidak menandatangani surat panggilan maka petugas Kejaksaan datang 2 (dua) kali ke RT setempat karena RT tidak bersedia menandatangani menurut pengakuan petugas Kejaksaan ada Pengurus RT yang bersedia menandatanganinya, disebabkan tekanan-tekanan tersebut Bunda menjadi strees kembali tanggal 26 Mei 2009 Bunda sakit dan ditangani dr. IGN.DARMAWAN B Psychatrist. Tanggal 03 Juni 2009 Bunda telah melayangkan surat kepada Kepala Kejaksaan dan dalam surat tersebut Bunda menyatakan selambat-lambatnya tanggal 29 Juni 2009 (setelah obat dari dokter habis) Bunda akan melaksanakan putusan Mahkamah Agung RI, namun kami sekeluarga akhirnya memutuskan agar Bunda untuk tidak pulang pada tanggal tersebut. Sementara waktu kami mengungsikan Bunda dari rumah di Surabaya karena keadaan diri Bunda, kalau obat habis Papa saya harus pulang dulu ke Surabaya untuk menemui Dokter dan mengambil resep. Kami sekeluarga dibawah tekanan dan ketakutan dari oknum aparat penegak hukum karena negara ini tidak dapat melindungi warganya yang benar-benar sebagai korban.

Pada saat persidangan atas terdakwa Sri Bestmise dengan pelapor Bunda Indah Setyawati, Bunda diminta datang pada tanggal 30 September 2009 untuk dimintai keterangan selaku Pelapor atau korban, namun ketika sampai didalam sidang Bunda Indah malah ditangkap atas perintah Hakim. Bunda tidak diperlakukan sebagai pelapor dan hak-hak sebagai korban diabaikan oleh hakim ketua dan majelis. Hakim Ketua dan Majelis malah menghakimin tidak memberi kesempatan Bunda berbicara. Hakim yang memeriksa kasus bunda lebih berpihak pada Sri Bestmise. Hakim ketua memanggil jaksa untuk menangkap Bunda saya dan Bunda saat ini masuk Lapas Lowok Waru Malang Wanita malang sampai sekarang.

Sebagai putra Bunda saya tidak iklas jika Bunda menerima hukuman atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannya, Bunda Indah Setyawati harus menjalani hukuman pasal 310 KUHP 3 bulan penjara di Lapas Lowok Waru Malang. Mengapa Ibu Prita bisa bebas dari pasal 310 KUHP sedangkan Bunda saya haru dipenjara 3 bulan?. Apakah harus berulangkali Sengon dan Karta diulang di negeri ini?.

Dari apa yang menimpa Bunda, saya berharap pada intitusi keadilan di Negeri ini antara lain: Kepolisian, Kejaksan, dan MA melihat dan menelaah kasus Bunda dan memberikan perlindungan hukum memperlakukan Bunda sebagai korban (error In Pesona).

  1. Jangan biarkan pelaku sebenarnya Sri Betsmise kebal hukum karena Sri Betsmise dapat dikatakan The Untouchables atau kata lain kebal hukum, polisi dan jaksa tidak berani menahan atas pasal 242 KUHP jo pasal 310 KUHP. Apakah Sri Betsmise punya kekebalan hukum, padahal seorang kerabat Presiden bisa dijerat hukum di negeri ini.
  2. Saya sebagai putra dari Bunda Indah Setyawati punya harapan agar Mahkamah Agung RI sebagai Lembaga Tertinggi kembali mempelajari kasus Bunda, bukankah isu atau gosip tidak ada sanksi yang mengatur. Kalau Mahkamah Agung RI bersikeras menyatakan isu atau gosip dapat dihukum, berarti putusan yang memvonis Bunda ini menjadi jurispudensi hukum buat hakim-hakim lain dimasa mendatang dalam membuat putusan. Kalau ini menjadi jurisprudensi hukum berarti semua orang bisa ditangkap karena isu atau gosip, tidak peduli pekerjaan, jabatannya atau stratanya dapat dihukum dengan tuduhan penyebar isu atau gossip.
  3. Mengapa MA melegalkan pasal 310, bukankah pasal 310 KUHP seseorang tidak bisa dihukum penjara? MA menyatakan pasal 310 KUHP seseorang tidak bisa dihukum penjara (Contoh kasus Ibu Prita) tapi disisi satu melegalkan pasal 310 KUHP.

Saya mohon siapapun yang membaca kasus ini jangan biarkan Bunda dihukum atas perbuatan yang ia tidak pernah lakukannya karena Bunda bukan penyebar isu atau gosip sebagaimana yang dituduhkan. Tolong bunda saya, yang saat ini dipenjara 3 bulan penjara akibat perbuatan JPU bernama Ade T. Sutiawarman,

Saya mohon Jaksa Agung RI, Bapak Ketua Mahkamah Agung RI untuk mempelajari kembali kasus Bunda dan mengambil langkah menegakkan kebenaran & keadilan buat bunda tapi bagi seluruh lapisan masyarakat.

"Stop Mafia Peradilan & Stop Rekayasa Akan Hukum".

Hormat Saya,

(Leonard)
dodi.leonard@hotmail.com/Hp. 08883012343